Mon. Oct 20th, 2025
Pedagang menunggu pembeli beras di Pasar Induk Manonda, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (3/9/2025). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/tom.

(tvtogel) Tingginya harga beras yang terus terjadi dalam beberapa bulan terakhir mulai menimbulkan tanda tanya besar. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menduga, lonjakan harga ini bukan sekadar akibat faktor produksi atau distribusi, melainkan juga adanya praktik kartel pangan dalam rantai tata niaga beras nasional.

Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra Talattov, menegaskan bahwa indikasi oligarki di sektor perdagangan beras sudah lama terlihat. Ia menyebut, permainan harga oleh kelompok tertentu membuat pemerintah sulit melakukan stabilisasi harga, meski stok beras sebenarnya mencukupi.

“Kita tidak boleh menutup mata. Ada indikasi kuat bahwa tata niaga beras masih terlalu dipengaruhi jejaring kartel pangan,” ujar Abra dalam diskusi daring Indef, Jumat (17/10/2025).

Abra menambahkan, indikasi ini bukan hal baru. Berdasarkan riset dan tulisannya sejak 2013, dugaan praktik kartel dalam perdagangan beras sudah terjadi bertahun-tahun dan hingga kini belum tuntas diatasi.


📉 Bulog Kesulitan Stabilkan Harga Meski Stok Melimpah

Salah satu dampak nyata dari dugaan kartel pangan adalah sulitnya Bulog menjaga harga beras di tingkat konsumen. Padahal, menurut data per 15 Oktober 2025, stok beras nasional mencapai 3,8 juta ton, dengan ruang gudang tersisa sekitar 694 ribu ton.

Namun, kelimpahan stok itu tidak serta-merta menekan harga di pasar. Abra menilai ada ketimpangan struktur pasar, di mana margin keuntungan terbesar justru dinikmati oleh penggilingan besar dan kelompok perdagangan beras skala menengah ke atas.

“Margin keuntungan dari tata niaga beras lebih banyak dinikmati oleh pelaku besar. Inilah yang disebut sebagai bentuk kartel. Jadi reformasi harus menyentuh akar masalah,” ujarnya.


⚙️ Masalah Birokrasi dan Solusi Jangka Pendek

Selain faktor pasar, Abra juga menyoroti adanya birokrasi berbelit dan ego sektoral antar-kementerian yang kerap menghambat langkah Bulog ketika harga beras melonjak.

Ia menilai keputusan Presiden yang merangkap Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) bisa menjadi langkah strategis dalam jangka pendek untuk memperkuat koordinasi.

“Ini mungkin strategi Presiden untuk melakukan konsolidasi politik di sektor pangan dengan sistem komando tunggal. Tapi, ini hanya solusi sementara,” kata Abra.

Untuk jangka panjang, Abra menekankan pentingnya reformasi tata niaga beras dan penguatan regulasi melalui revisi Undang-Undang Pangan agar tercipta sistem pangan yang transparan dan berkeadilan bagi seluruh pelaku usaha, termasuk petani kecil.


📦 Bulog Pastikan Stok Beras Aman Hingga Akhir 2025

Sementara itu, Direktur Pengadaan Bulog, Prihasto Setyanto, menegaskan bahwa stok beras nasional masih aman hingga akhir tahun 2025.

Per 15 Oktober, total stok beras yang dikelola Bulog mencapai 3,87 juta ton, tersebar di 26 kantor wilayah seluruh Indonesia. Provinsi Jawa Timur menjadi penyangga terbesar dengan hampir 1 juta ton, disusul Jawa Barat lebih dari 600 ribu ton, dan Jawa Tengah sekitar 300 ribu ton.

“Kita punya stok besar di berbagai wilayah. Jika ada penugasan bantuan pangan atau operasi pasar, Bulog siap melaksanakan sesuai instruksi pemerintah,” tegas Prihasto.

Ia juga menjelaskan rincian umur stok beras:

  • Lebih dari 1 tahun: 271 ribu ton
  • Usia 7–12 bulan: 1,16 juta ton
  • Usia 4–6 bulan: 1,8 juta ton
  • Usia 2–3 bulan: 327 ribu ton
  • Usia 0,5–1 bulan: 170 ribu ton

Bulog menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) ketat untuk memastikan kualitas beras tetap terjaga. Pemeriksaan rutin dilakukan agar beras yang disalurkan layak konsumsi.

“Kami analisis mutu beras secara berkala. Kalau warnanya mulai berubah, kami olah ulang agar tetap layak dikonsumsi masyarakat,” tambahnya.


💡 Perlunya Reformasi dan Transparansi Tata Niaga Beras

Para ekonom menilai, kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan pengawasan pasar pangan nasional. Jika indikasi kartel dibiarkan, maka upaya pemerintah untuk menurunkan harga beras akan terus terhambat.

Dengan reformasi sistem distribusi, digitalisasi rantai pasok, dan penguatan peran Bulog, diharapkan tata niaga beras Indonesia bisa lebih efisien, adil, dan tahan terhadap praktik monopoli.

By admin