Thu. Dec 25th, 2025
Urgensi UU Perampasan Aset untuk Pulihkan Kerugian Negara

Slot Deposit Dana — Pembahasan mengenai urgensi Undang-Undang Perampasan Aset kembali mencuat ke permukaan, terutama pasca peristiwa yang terjadi pada akhir Agustus 2025. Desakan dari berbagai pihak agar pemerintah dan DPR segera merampungkan regulasi ini semakin menguat. Menanggapi perkembangan tersebut, Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKAFH Undip) menyelenggarakan sebuah diskusi daring yang membahas urgensi perampasan aset dalam tindak pidana korupsi.

Panggilan untuk Penyelesaian yang Komprehensif

Ketua Umum IKAFH Undip, Asep Ridwan, menyatakan bahwa isu perampasan aset sebenarnya telah lama menjadi bahan pembicaraan, namun belum kunjung menemui titik terang. Isu ini kembali mendapat sorotan setelah peristiwa di Agustus 2025. Menurutnya, kehadiran undang-undang ini merupakan solusi krusial untuk memaksimalkan upaya pengembalian aset negara yang hilang akibat praktik korupsi.

“Penyusunan RUU Perampasan Aset perlu dikaji secara mendalam dan melibatkan partisipasi publik yang luas. Setiap ketentuan di dalamnya harus dipastikan menghormati proses hukum yang semestinya (due process of law) dan tetap berada dalam kerangka perlindungan Hak Asasi Manusia,” tegas Asep Ridwan.

Peningkatan Pemulihan Aset dan Tantangan yang Ada

Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, dalam forum yang sama mengungkapkan adanya kemajuan signifikan dalam upaya pemulihan aset hasil korupsi hingga November 2025. “Terjadi peningkatan dalam pemulihan aset hingga November 2025, yaitu mencapai Rp 1,5 triliun. Angka ini naik dari capaian tahun 2024 yang sebesar Rp 740 miliar,” jelasnya.

Ibnu juga memaparkan total akumulasi pemulihan aset yang telah dilakukan KPK sejak tahun 2014. “Total asset recovery oleh KPK dari berbagai kasus korupsi dari 2014 hingga November 2025 mencapai Rp 6,131 triliun. Nilai ini bersumber dari berbagai instrumen seperti denda, uang pengganti, barang rampasan, penetapan status penggunaan (PSP), serta hibah,” katanya.

Hukuman Penjara Dinilai Belum Cukup Menjera

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Danang Widoyoko, memberikan perspektif kritis. Ia menilai bahwa hukuman penjara bagi koruptor selama ini belum sepenuhnya menimbulkan efek jera yang maksimal.

“Pola pikir yang masih dominan di Indonesia saat ini berfokus pada hukuman badan atau penjara. Padahal, tren global justru mengarah pada pengembalian aset. Banyak aset koruptor yang berhasil disembunyikan dan baru terungkap setelah vonis dibacakan. Tidak sedikit pula pelaku yang melarikan diri ke luar negeri sehingga proses hukum terhambat, sementara asetnya di dalam negeri tetap aman,” ujar Danang.

Menurutnya, keberadaan UU Perampasan Aset menjadi sangat penting untuk memastikan negara tetap memiliki instrumen hukum yang kuat untuk memulihkan kerugian keuangan negara, sekalipun pelaku tindak pidana tidak dapat diadili secara langsung.

Dukungan dari Tingkat Tertinggi

Dukungan terhadap percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset juga datang dari tingkat kepemimpinan tertinggi. Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, telah menegaskan komitmennya untuk mendorong proses legislasi ini. Hal ini semakin menguatkan posisi RUU tersebut sebagai salah satu agenda reformasi hukum yang dinantikan banyak pihak.

By admin