EPICTOTO — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan rasa prihatin yang mendalam atas tindakan Bupati Aceh Selatan, Mirwan. Hal ini menyusul kabar bahwa sang bupati memilih untuk menunaikan ibadah umrah ke Arab Saudi, sementara wilayah kepemimpinannya masih berstatus tanggap darurat akibat banjir dan tanah longsor.
Melalui pernyataan tertulis pada Sabtu (6/11/2025), Kapuspen Kemendagri Benni Irwan menegaskan bahwa kehadiran seorang kepala daerah adalah hal yang krusial di saat-saat genting pasca bencana. Benni menilai keputusan Mirwan untuk tidak berada di garis depan penanganan bencana sebagai langkah yang sangat disayangkan.
“Kami sangat menyayangkan sekali. Kita ketahui bersama, Kabupaten Aceh Selatan adalah salah satu wilayah di Provinsi Aceh yang terdampak bencana alam banjir dan tanah longsor,” ujar Benni. “Kehadiran dan keberadaan kepala daerah sangat dibutuhkan di tengah-tengah warga masyarakatnya.”
Izin Ditolak Gubernur, Tetap Berangkat
Lebih lanjut, Benni mengungkapkan fakta penting bahwa Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, sebelumnya telah menolak permohonan izin perjalanan luar negeri yang diajukan Bupati Mirwan. Penolakan tersebut secara resmi tercantum dalam surat nomor 100.1.4.2/18413 tertanggal 28 November 2025.
Alasan penolakannya jelas: Provinsi Aceh, termasuk Kabupaten Aceh Selatan, masih berada dalam status tanggap darurat bencana hidrometeorologi. Status ini sendiri ditetapkan berdasarkan keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati Mirwan.
Mendagri Telepon Langsung, Pemeriksaan Disiapkan
Mendagri Tito Karnavian dikabarkan telah melakukan komunikasi langsung dengan Bupati Mirwan yang sedang berada di Arab Saudi. Dalam percakapan tersebut, Mirwan mengakui bahwa dirinya berangkat tanpa mendapatkan izin dari Gubernur maupun Menteri Dalam Negeri, dan berjanji akan segera pulang.
Menyikapi hal ini, Kemendagri telah mengambil langkah tegas. Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendagri telah bergerak menuju Aceh untuk mempersiapkan pemeriksaan mendalam terhadap Bupati Mirwan sepulangnya ke Tanah Air.
Pemeriksaan oleh Itjen ini bertujuan untuk mengusut tuntas seluruh prosedur, penggunaan kewenangan, dan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku terkait keputusan sang bupati untuk meninggalkan daerahnya di masa krisis.
Kasus ini menyoroti kembali pentingnya prinsip kepemimpinan dan tanggung jawab publik, terutama dalam situasi darurat yang membutuhkan solidaritas dan kepemimpinan langsung di lapangan.
