EPICTOTO — Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Mohammad Syafi’i, mengungkapkan betapa beratnya tantangan yang dihadapi tim penyelamat dalam operasi pasca-banjir dan longsor di Sumatra. Selain medan yang sulit, faktor kelelahan ekstrem menjadi musuh utama para personel yang bertugas di tiga provinsi terdampak: Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Dalam rapat dengan Komisi V DPR RI, Syafi’i menjelaskan bahwa bencana berskala luas ini menuntut sumber daya yang sangat besar. “Tidak seperti situasi darurat di satu lokasi tertentu, kali ini tim harus bekerja di cakupan wilayah yang luas dengan kondisi yang sangat sulit,” paparnya.
Kelelahan Ekstrem di Hari-Hari Kritis
Tekanan terberat mulai terasa pada hari ketiga operasi. Banyak petugas yang harus berjalan berjam-jam di jalur licin dan terjal dengan komunikasi yang terbatas. Di beberapa titik rawan seperti Agam dan Tapanuli Selatan, tidak jarang personel bekerja tanpa henti selama lebih dari 72 jam, terutama saat banjir dan longsor terjadi secara beruntun.
Kondisi ini diperparah oleh medan yang terisolasi, putusnya sinyal komunikasi, dan cuaca yang belum sepenuhnya stabil. Tim SAR telah bekerja tanpa henti selama tujuh hari penuh untuk menjangkau korban di berbagai lokasi.
Strategi Penguatan Logistik dan Personel
Menyadari tingginya tekanan terhadap tim di lapangan, Basarnas segera mengambil langkah strategis. Rotasi personel mulai dilakukan secara ketat untuk menjaga keselamatan rescuer dan memastikan operasi tetap optimal. Pasukan cadangan dari Kantor SAR Pekanbaru dikerahkan untuk menggantikan rekan mereka yang kelelahan.
Dukungan logistik juga diperkuat dengan mengirimkan Kapal KN Ganesha dari Jakarta yang membawa perlengkapan dan perbekalan tambahan. “Ini upaya kami untuk menjaga stamina dan efektivitas operasi,” jelas Syafi’i.
Evakuasi Udara untuk Lokasi Terisolir
Tantangan teknis juga tampak dalam metode evakuasi. Di Sumatra Utara, banyak desa yang hanya dapat diakses menggunakan helikopter, sehingga evakuasi udara harus dilakukan berulang kali dalam sehari. Sementara di Sumatra Barat, fokus operasi lebih diarahkan pada desa-desa terpencil dan lokasi longsor besar yang menghalangi akses darat.
Syafi’i menegaskan, meski dihadapkan pada berbagai kendala, komitmen untuk menemukan dan mengevakuasi korban tetap menjadi prioritas utama. Hingga saat ini, operasi penyelamatan masih terus berjalan dengan dukungan penuh dari berbagai pihak.
Data terbaru menunjukkan skala operasi yang masif: ribuan personel, helikopter, kapal, drone, dan perahu karet dikerahkan untuk mengevakuasi puluhan ribu warga terdampak. Upaya ini membuahkan hasil dengan puluhan ribu korban berhasil diselamatkan, meski pencarian untuk korban yang masih hilang terus dilakukan.
